DewiSinta adalah putri Prabu Janaka raja negara Mantili atau Mitila MahabharataDewi Sinta diyakini sebagai titisan Bathari Sri Widowati istri Bathara Wisnu. Layanan terjemahan online bahasa indonesia ke bahasa jawa dan sebaliknya dengan unggah-unguh bahasa jawa. Dewi Sinta kudu-kudua uwal saka pancekele Rahwana.
Sosok Dewi Hariti di dinding Candi Mendut, Magelang. Wikipedia. Perempuan atau ibu dalam berbagai peradaban kuno dianggap sumber kehidupan. Penjelmaannya sebagai dewi kesuburan dan reproduksi. Di Indonesia, dewi ibu atau dewi kesuburan identik dengan Dewi Sri. Arkeolog Titi Surti Nastiti dalam “Dewi Sri dalam Kepercayaan Masyarakat Indonesia” yang terbit dalam jurnal Tumotowa Vol. 3 No. 1 2020, menjelaskan kata “Sri” diambil dari bahasa Sanskerta, śrī. Artinya kesuburan, kekayaan, keberuntungan, kesehatan, keindahan, dan personifikasi. Śrī juga biasa dipakai sebagai awalan menyebut nama orang terhormat atau suci, misalnya Śrī Krisna. Pun dalam bahasa Indonesia, misalnya Sri Baginda. Dewi Sri dihormati masyarakat Jawa, Sunda, dan Bali. Legendanya di setiap daerah hampir sama, yakni tentang tumbuhan yang berasal dari tubuh seorang perempuan. Cerita Dewi Sri tertua ditemukan dalam teks Tantu Panggelaran yang ditulis pada abad ke-16. Teks ini berkisah tentang keadaan Pulau Jawa ketika baru diciptakan. Dewa-dewa turun untuk menyempurnakannya. Termasuk Batara Wisnu dengan Batari Sri yang menjelma jadi raja di Mdang Gana bernama Sang Kandyawan dan permaisurinya. Pasangan ini dikaruniai lima orang putra. Suatu hari, kelima putranya membunuh burung kesayangan permaisuri. Ajaibnya, dari dalam tembolok burung itu keluar empat macam biji-bijian berwarna kuning, hitam, putih, dan merah. Biji berwarna kuning menjadi kunyit, sedangkan biji berwarna hitam, putih, dan merah tumbuh menjadi padi. Baca juga Menggali Pengetahuan Lokal dari Tanaman Kendati begitu, pemujaan terhadap Dewi Sri sudah berlangsung sebelum pengaruh Hindu-Buddha datang ke Nusantara, yaitu sejak masuknya budi daya padi di Asia pada masa prasejarah. “Padi merupakan salah satu tanaman budi daya terpenting yang diperkirakan berasal dari India atau Indocina sekitar SM,” tulis Titi. Kepercayaan itu bertahan menghadapi perubahan sosial dan agama. Bukti pemujaan Dewi Sri pada masa Hindu-Buddha bisa dilihat di Kompleks Candi Barong terdapat dua arca Dewi Sri. Kedua arca itu terbuat dari batu. Arca Dewi Sri pertama duduk dalam posisi paryangkasana di atas padmasana singgasana teratai. Tangannya empat. Tangan kanan depan seperti tengah memberi anugerah. Tangan kiri depan diletakkan di atas pangkuan dengan telapak tangan terbuka. Tangan kanan belakang memegang kamandalu kendi. Tangan kiri belakang memegang setangkai padi. Arca Dewi Sri kedua dalam posisi duduk bersila di atas padmasana. Namun, bagian atasnya tak utuh lagi. Tangannya dua. Tangan kanan memegang kamandalu. Tangan kiri memegang sebatang padi. Memakai kiritamakuta mahkota, anting, kalung, kelat bahu, gelang siku, dan channawira tali yang diselempangkan menyilang di antara buah dada. Baca juga Sri Tanjung Kisah Eksorsisme di Ujung Timur Jawa Menurut Titi, arca Dewi Sri di Candi Barong berbeda penggambarannya dengan Dewi Sri di India. Dalam kepercayaan Hindu, Dewi Sri merupakan sakti atau pasangan Dewa Wisnu. Namun, pengarcaannya di Indonesia lebih mirip dengan Wasudhara, yang dalam agama Hindu disebut Bhudewi dewi kesuburan atau sebagai sakti Dewa Kuwera dewa kekayaan. Penggambarannya mengawinkan konsep Dewi Sri dalam agama Hindu dengan dewi kesuburan atau dewi padi yang sudah lebih dulu dikenal masyarakat Nusantara sejak masa prasejarah. Arca Dewi Sri dari perunggu. Salah satu tangannya membawa setangkai batang padi. Wikipedia. Dewi Hariti, Dewi Kesuburan Sosok perempuan lain yang memiliki peran serupa dengan Dewi Sri adalah Dewi Hariti. Dalam mitos Buddha, Hariti semula seorang yaksi atau raksasa yang suka membunuh dan memakan anak-anak. Setelah diberi wejangan dharma oleh Buddha, yaksi itu sadar dan ditahbiskan sebagai Hariti atau dewi kesuburan dan pelindung anak. Dewi Fadhilah Soemanagara, arkeolog Universitas Indonesia, dalam tugas akhir sarjananya berjudul “Penggambaran Hariti di Jawa dan Bali Abad ke-7-15 M”, menjelaskan, peran Dewi Hariti dalam masyarakat Jawa Kuno selain sebagai dewi kesuburan dan pelindung anak, sangat mungkin disamakan dengan Dewi Sri. Sebagian besar masyarakat bekerja di lahan pertanian. Peran Hariti pun dibutuhkan untuk melancarkan usahanya. “Tidak hanya untuk kesuburan perempuan dan kesejahteraan keluarga tetapi juga kesuburan tanah pertanian dan hasil panen,” tulis Dewi. Baca juga Perluasan Lahan Pertanian pada Zaman Kuno Sementara itu, Edi Triharyantoro, arkeolog Balai Arkeologi Yogyakarta, dalam “Pemujaan Hariti di Trowulan” yang terbit dalam Berkala Arkeologi, menyebutkan bahwa pemujaan terhadap Hariti sebagai dewi kesuburan bisa ditemui di beberapa belahan dunia. Selain di India, Hariti juga dikenal di Tibet, Cina, dan Jepang. “Pemujaan terhadapnya bersifat universal,” catat Edi. Dewi mencatat, mitologi Hariti dimulai di India sejak sekira abad ke-2. Pengaruhnya sampai ke Asia Timur. Jepang mendapat pengaruh dari Cina. Baru kemudian sampai di Indonesia, yakni Jawa Kuno, Bali Kuno, dan Sunda. Pemujaan terhadap Hariti dituangkan dalam bentuk arca maupun relief candi. Penggambarannya bisa dijumpai di Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali. Relief Hariti bisa ditemukan di dinding lorong pintu masuk sebelah utara Candi Banyunibo, Yogyakarta dan di lorong pintu masuk ke bilik di Candi Mendut, Magelang. Kedua candi itu diperkirakan dibangun pada awal abad ke-9. Baca juga Bertani Zaman Kuno Di Candi Banyunibo, Hariti digambarkan dalam posisi duduk virasana bersila dan sikap tangan varamudra memberi anugerah. Di dekat kakinya, lima anak duduk berjejer, seorang di kanan dan empat di sebelah kiri. Anak-anak itu berjongkok dan merapat satu sama lain, kecuali seorang anak di sebelah kanan yang duduk miring bersandar pada Hariti. Dua anak lain sedang memanjat pohon. Berbeda dari relief Hariti di Candi Banyunibo yang terpotong bagian kepalanya, di Candi Mendut kondisinya masih utuh. Hariti duduk bersimpuh di atas padmasana. Ia memangku seorang anak. Di sebelah kanannya, tumbuh pohon kalpataru dengan seorang anak memanjatinya. Delapan anak bermain di bawah pohon itu. Di sebelah kiri Hariti juga tumbuh pohon kalpataru. Seorang anak memanjat dahannya. Empat anak bermain di bawah pohon itu. Menurut Dewi, Hariti adalah cerminan dari masa lalu di Jawa bagaimana sosok perempuan sebagai dirinya sendiri dan ia sebagai seorang ibu yang dapat merangkap banyak peran. “Hariti sebagai dewi minor kesuburan dan pelindung anak merangkap sebagai dewi ibu,” catatnya. Baca juga Kolonialisme Hancurkan Kedudukan Perempuan Dalam perkembangannya, menurut Agus Aris Munandar, arkeolog Universitas Indonesia, dalam “Kisah-kisah dan Kepercayaan Rakyat di Seputar Kepurbakalaan” yang terbit dalam Paradigma Jurnal Kajian Budaya Vol. 2, No. 1 2011, orang Jawa yang tinggal di sekitar Candi Mendut percaya apabila ada pasangan menikah yang belum juga dikaruniai anak, maka pasangan itu harus meditasi dan datang mengadu kepada Atawaka si suami dan Hariti si istri di Candi Mendut. Tujuannya untuk memohon berkat agar segera mendapat keturunan. Asal-Usul Pemujaan Kesuburan Secara umum, pemujaan kesuburan telah dikenal sejak zaman Batu Tua Akhir di daerah Eropa Timur dan tengah. Pada waktu itu dihubungkan dengan pemujaan terhadap dewi ibu. Munculnya pemujaan terhadap kesuburan berawal dari perasaan takjub dan ketidakpahaman manusia terhadap proses-proses yang terjadi di alam semesta. Misalnya, tentang kelahiran, baik kelahiran manusia maupun binatang. Baca juga Raja-Raja Perempuan di Bali Tokoh ibu lalu dianggap sebagai sumber penyebabnya. Itu berbekal dari pengamatan keseharian mereka bahwa perempuan atau ibulah yang melahirkan. “Jalan pemikiran mereka masih sederhana, maka pencarian terhadap sebab-sebab itu juga bersifat sederhana,” tulis Edi. Ketika manusia mulai bercocok tanam, pemujaan terhadap dewi ibu atau dewi kesuburan ini menjadi semakin penting. Dewi ibu dianggap sebagai personifikasi dari tanah, tempat tumbuhnya tanaman yang dibutuhkan manusia.
oranggila8621oranggila8621 》》Termasuk Bahasa Jawa. Terjemahan : Crita wayang kang lakone Prabu Rama lan Dewi Sinta iku kapethik saka buku =. Kisah film Raja Rama dan Dewi Sinta ialah dari buku =. 》》Pembahasan. Jawaban. Diambil Dari Buku sebuah cerita/kisah kepahlawanan dari India. Sugestion : Dheskripsi Dewi Sinta Bahasa Jawa Mind Books from Sub Judul 1. Sejarah Dewi Sinta 2. Keindahan dan Keagungan Sinta 3. Makna di Balik Dewi Sinta 4. Penggambaran Dewi Sinta dalam Mitologi 5. Kesimpulan Dewi Sinta adalah salah satu tokoh utama dalam mitologi Jawa, bersama dengan Rama dan Sinta, yang menjadi simbol kekuatan cinta dan keharmonisan dalam sebuah hubungan. Mitos Dewi Sinta menceritakan tentang seorang gadis cantik yang dijuluki Dewi Sinta, yang memiliki kesaktian untuk melawan semua musuh. Di dalam mitos, Sinta memiliki kekuatan untuk mengubah diri menjadi bentuk apapun yang ia inginkan, dan dia hampir tidak terkalahkan. Dewi Sinta sangat terkenal di Jawa, dan mitosnya telah lama menjadi bagian dari budaya tradisional Jawa. Sejarah Dewi Sinta Sejarah Dewi SintaKeindahan dan Keagungan SintaMakna di Balik Dewi SintaPenggambaran Dewi Sinta dalam MitologiKesimpulan Mitos Dewi Sinta berasal dari zaman kuno Jawa. Mitos ini bercerita tentang seorang putri bernama Sinta yang dikirim oleh ayahnya, Sang Hyang Widhi, untuk menjadi pelindung dari sebuah desa di Jawa. Sinta diperintahkan untuk melindungi desa itu dari berbagai ancaman, dan dia segera mulai menjalankan tugasnya dengan baik. Dengan kekuatannya, Sinta berhasil mengalahkan berbagai musuh yang datang untuk menyerang desa tersebut. Meskipun ia tidak bisa memenangkan setiap pertempuran, Sinta berhasil menyelamatkan desa dari kehancuran dan menjadi ikon kekuatan cinta yang tidak dapat dikalahkan. Keindahan dan Keagungan Sinta Selain menjadi simbol kekuatan cinta yang tidak dapat dikalahkan, Dewi Sinta juga dikenal karena keindahannya. Dia adalah putri tak terkalahkan dari Sang Hyang Widhi, dan dia memiliki kecantikan yang tak tertandingi. Dia juga dikenal karena keagungannya, dan dia dicintai oleh semua orang di desa yang ia lindungi. Bahkan, Sinta juga dicintai oleh para dewa di surga, yang menyebutnya sebagai Ratu Dunia. Makna di Balik Dewi Sinta Mitos Dewi Sinta mengandung makna yang sangat mendalam. Seperti yang disebutkan sebelumnya, Sinta adalah simbol kekuatan cinta yang tak tertandingi. Dewi Sinta mengingatkan kita bahwa cinta adalah hal yang paling kuat, dan bahwa cinta akan selalu bertahan meskipun berhadapan dengan rintangan yang tak terhitung jumlahnya. Selain itu, Dewi Sinta juga mencerminkan kepercayaan orang Jawa terhadap kekuatan alam dan kekuatan kesatuan. Penggambaran Dewi Sinta dalam Mitologi Dalam mitologi Jawa, Dewi Sinta dipahat menjadi sebuah patung yang terletak di sebuah kuil di desa yang ia lindungi. Patung ini menggambarkan Dewi Sinta dengan jubah putih, dan ia memegang sebuah pedang dan sebuah kelapa. Pedang dan kelapa ini menggambarkan kekuatan dan ketabahan Dewi Sinta. Patung ini juga ditutupi dengan lembaran kain putih, yang menggambarkan kemurnian dan kehalusan Dewi Sinta. Kesimpulan Dewi Sinta adalah tokoh utama dalam mitologi Jawa yang mencerminkan kekuatan cinta yang tak tertandingi. Mitos Dewi Sinta telah lama menjadi bagian dari budaya tradisional Jawa, dan patung Dewi Sinta yang dipahat di sebuah kuil di desa yang ia lindungi menggambarkan kekuatan dan ketabahan Dewi Sinta. Mitos Dewi Sinta juga mengandung makna yang mendalam, yaitu bahwa cinta akan selalu bertahan meskipun berhadapan dengan rintangan yang tak terhitung jumlahnya. Dengan demikian, Dewi Sinta mengingatkan kita bahwa cinta adalah hal yang paling kuat. PesanBijak dalam Kisah Penculikan Dewi Sita Halaman 1 - Ramayana Singkat Bahasa Jawa - Tumbuh Tumbuhan Ramayana Adalah Sebuah Cerita Tentang Riwayat Perjalanan Sri Rama Di Dunia BAB II PEMBAHASAN DAN PENYELESAIAN MASALAHPERANCANGAN BUKU ILUSTRASI KISAH RAMAYANA UNTUK ANAK II.1 Kisah Ramayana II.1.1Sejarah Dewi Sinta adalah putri Prabu Janaka, raja negara Mantili atau Mitila Mahabharata. Dewi Sinta diyakini sebagai titisan Bathari Sri Widowati, istri Bathara Wisnu. Selain sangat cantik, Dewi Sinta merupakan putri yang sangat setia, jatmika selalu dengan sopan santun dan suci trilaksita ucapan, pikiran dan hatinya. Dewi Sinta menikah dengan Ramawijaya, putra Prabu Dasarata dengan Dewi Kusalya dari negara Ayodya, setelah Rama memenangkan sayembara mengangkat busur Dewa Siwa di negara Mantili. Dari perkawinan tersebut ia memperoleh dua orang putra masing-masing bernama; Lawa dan Kusya. Dengan setia Dewi Sinta mengikuti suaminya, Ramawijaya menjalani pengasingan. Karena terpesona oleh keindahan Kijang Kencana penjelmaan Ditya Marica, Dewi Sinta akhirnya diculik oleh Prabu Dasamuka dan ditawan di taman Argasoka negara Alengka hampir 12 tahun lamanya. Ia akhirnya dapat dibebaskan oleh Ramawijaya, setelah berhasil membinasakan Prabu Dasamuka dan semua senapati perang Alengka. Menurut Mahabharata, Dewi Sinta tidak lama tinggal di istana Ayodya sebagai permaisuri Prabu Rama. Karena kecurigaan Prabu Rama terhadap kesucian Dewi Sinta walau telah dibuktikan dengan hukum bakar di Alengka, Dewi Sinta kemudian diasingkan dari istana Ayodya, dan hidup di pertapaan Resi Walmiki. Di tempat itulah Dewi Sinta melahirkan kedua putra kembarnya. Lawa dan Kusya. Akhir riwayatnya diceritakan, Dewi Sinta mati ditelan bumi saat akan boyong kembali ke istana Ayodya. wayangmahabharata wayang indonesia, cerita wayang mahabarata dalam bahasa jawa kanthi lakon, kumpulan cerita wayang, ini bedanya kisah cerita mahabharata versi india dan jawa, coretan anak lugu tokoh mahabarata, mengenal wayang mahabarata, kisah dewi sinta diculik rahwana ramayana mahabarata, ringkasan cerita mahabarata catatan maznoer Dalam Ramayana dikisahkan bahwa Dewi Sinta bukan putri kandung Janaka. Suatu ketika Kerajaan Wideha dilanda kelaparan. Janaka sebagai raja melakukan upacara atau yadnya di suatu area ladang antara lain dengan cara membajak tanahnya. Ternyata mata bajak Janaka membentur sebuah peti yang berisi bayi perempuan. Bayi itu dipungutnya menjadi anak angkat dan dianggap sebagai titipan Pertiwi, dewi bumi dan kesuburan. Dewi Shinta dibesarkan di istana Mithila, ibu kota Wideha oleh Janaka dan Sunayana, permaisurinya. Setelah usianya menginjak dewasa, Janaka pun mengadakan sebuah sayembara untuk menemukan pasangan yang tepat bagi putrinya itu. Sayembara tersebut adalah membentangkan busur pusaka maha berat anugerah Dewa Siwa, dan dimenangkan oleh Sri Rama, seorang pangeran dari Kerajaan Kosala. Setelah menikah, dewi Sinta pun tinggal bersama suaminya di Ayodhya, ibu kota Kosala. RAHWANA MENCULIK DEWI SHINTA Rahwana adalah raja bangsa Rakshasa dari Kerajaan Alengka Diraja. Pasukannya yang bertugas di Janastana habis ditumpas Rama karena mereka gemar mengganggu kaum brahmana. Rahwana pun melakukan pembalasan ditemani pembantunya yang bernama Marica. Mula-mula Marica menyamar menjadi seekor kijang berbulu keemasan dan menampakkan diri di depan pondok Rama. Menyaksikan keindahan kijang tersebut, Dewi Sinta menjadi tertarik dan ingin memilikinya. Karena terus didesak, Rama akhirnya mengejar dan berusaha menangkapnya. Tiba-tiba terdengar suara jeritan Rama di kejauhan. Dewi Shinta pun menyuruh Laksmana untuk menyusul suaminya itu. Namun Laksmana yakin kalau kijang tersebut adalah jelmaan raksasa yang sekaligus meniru suara jeritan Rama. Dewi Shinta marah mendengar jawaban Laksmana dan menuduh adik iparnya itu berkhianat dan memiliki maksud kurang baik. Laksmana tersinggung mendengar tuduhan Dewi Shinta. Sebelum pergi, ia lebih dulu menciptakan pagar gaib berupa garis pelindung yang mengelilingi pondok tempat dewi Sinta menunggu. Setelah kepergian Laksmana muncul seorang brahmana tua yang kehausan dan minta diberi minum. Namun ia tidak dapat memasuki pondok karena terhalang pagar gaib Laksmana. Dewi Shinta yang merasa kasihan mengulurkan tangannya untuk memberi minum sang brahmana tua. Tiba-tiba brahmana itu menarik lengan Dewi Shinta dan membawanya kabur. Brahmana tersebut tidak lain adalah samaran Rahwana. Ia menggendong tubuh Dewi Shinta dan membawanya terbang di udara. Suara tangisan Dewi Shinta terdengar oleh seekor burung tua bernama Jatayu, yang bersahabat dengan Dasarata ayah Rama. Jatayu menyerang Rahwana namun ia justru mengalami kekalahan dan terluka parah. Sita tetap dibawa kabur oleh Rahwana namun ia sempat menjatuhkan perhiasannya di tanah sebagai petunjuk untuk Rama. UJIAN DEWI SHINTA Berkat bantuan Sugriwa raja bangsa Wanara, serta Wibisana adik Rahwana, Rama berhasil mengalahkan Kerajaan Alengka. Setelah kematian Rahwana, Rama pun menyuruh Hanoman untuk masuk ke dalam istana menjemput Dewi Shinta. Hal ini sempat membuat Dewi Sinta kecewa karena ia berharap Rama yang datang sendiri dan melihat secara langsung tentang keadaannya. Setelah mandi dan bersuci, dewi Sinta menemui Rama. Rupanya Rama merasa sangsi terhadap kesucian dewi Sinta karena istrinya itu tinggal di dalam istana musuh dalam waktu yang cukup lama. menyadari hal itu, dewi Sinta pun menyuruh Laksmana untuk mengumpulkan kayu bakar sebanyak-banyaknya dan membuat api unggun. Tak lama kemudian dewi Sinta melompat ke dalam api tersebut. Dari dalam api tiba-tiba muncul Dewa Brahma dan Dewa Agni mengangkat tubuh Sita dalam keadaan hidup. Hal ini membuktikan kesucian Dewi Sinta sehingga Rama pun dengan lega menerimanya kembali. KEHIDUPAN SETELAH KEMATIAN RAHWANA Setelah pulang ke Ayodhya, Rama, Dewi Shinta, dan Laksmana disambut oleh Bharata dengan upacara kebesaran. Bharata kemudian menyerahkan takhta kerajaan kepada Rama sebagai raja. Dalam pemerintahan Rama terdengar desas-desus di kalangan rakyat jelata yang meragukan kesucian Dewi Sinta di dalam istana Rahwana. Rama merasa tertekan mendengar suara sumbang tersebut. Ia akhirnya memutuskan untuk membuang dewi Sinta yang sedang mengandung ke dalam hutan. Dalam pembuangannya itu, dewi Sinta ditolong seorang resi bernama Walmiki dan diberi tempat tinggal. Beberapa waktu kemudian, dewi Sinta melahirkan sepasang anak kembar diberi nama Lawa dan Kusa. Keduanya dibesarkan dalam asrama Resi Walmiki dan diajari nyanyian yang mengagungkan nama Ramacandra, ayah mereka. Suatu ketika Rama mengadakan upacara Aswamedha. Ia melihat dua pemuda kembar muncul dan menyanyikan sebuah lagu indah yang menceritakan tentang kisah perjalanan dirinya dahulu. Rama pun menyadari kalau kedua pemuda yang bernyanyi tersebut yang tidak lain adalah Lawa dan Kusa merupakan anak-anaknya sendiri. DEWI SHINTA WAFAT Atas permintaan Rama melalui Lawa dan Kusa, dewi Sinta pun dibawa kembali ke Ayodhya. Namun masih saja terdengar desas-desus kalau kedua anak kembar tersebut bukan anak kandung Rama. Mendengar hal itu, dewi Sinta pun bersumpah jika ia pernah berselingkuh maka bumi tidak akan sudi menerimanya. Tiba-tiba bumi pun terbelah. Dewi Pertiwi muncul dan membawa dewi Sinta masuk ke dalam tanah. Menyaksikan hal itu Rama sangat sedih. Ia pun menyerahkan takhta Ayodhya dan setelah itu bertapa di Sungai Gangga sampai akhir hayatnya.
Inggowa kuwi anoman nduwe kanca antarane yaiku subali lan sugriwa,wong loro kuwi podo podo sakti lan podo podo seneng karo dewi widiyawati. Akihire cah loro kuwi tukaran kanggo ngintukke dewi widiyawati. Pas cah loro tukaran rama lan anoman teko delokki tukaran kuwi anoman ngusahakke nyegah subali lan sugriwa.
Pada Kesempatan Kali ini saya ingin membagikan sebuah cerita dari Kisah Ramayana tentang Hilangnya Dwi Sinta. Pada Cerita ini saya akan memberikan sebuah Cerita yang menggunakan Bahasa Jawa. Kenapa saya menggunakan Bahasa Jawa Karena Banyak anak anak sekolah yang mencari Cerita Mengenai Ramayana menggunakan bahasa jawa. Jadi saya memiliki ide untuk membantu para anak anak sekolah yang ingin mengetahi kirah Ramayana ini Menggunakan Bahasa Jawa Sekaligus Agar mereka dapat belajar dari kisah ini dan memahami setiap kosakata Bahasa Jawa. Oke langsung saya berikut ini adalah Cerita Ramayana yang berjudul "Hilangnya Dewi Sinta Versi Bahasa Jawa". Cerita ramayana Hilangnya dewi sinta Didalam pengasingan wonten wana dandaka, dewi sinta, rama lan laksmana gesang[sugeng] bingah. Ngantos ing kalanipun, setunggaling tiyang gadis elok ndugini[ngrawuhi] raden laksmana. Gadis elok puniku naminipun[asmanipun] dewi sarpakenaka. Piyambakipun[panjenenganipun] ketingal[kepriksan] dhawah tresna ing laksamana. Piyambakipun[panjenenganipun] dugi[rawuh] menggoda laksmana. Nanging laksmana mboten tertarik kalih[kaliyan] gadis puniku. Gadis elok puniku tansah mencolak colek lan memeluk badan[salira] laksmana. Laksmana rumaos mboten nyaman, laksmana dados risih. Mila dipencetlah irung[grana] sarpakenaka keras-keras. Mboten disangka piyambakipun[panjenenganipun] ebah dados setunggaling tiyang raseksi. Laksmana kaget kala[nalika] estri[putri] elok ingkang memelukipun, saestunipun setunggaling tiyang reseksi. Sarpakenaka srengen[duka] pisan, piyambakipun[panjenenganipun] enggal ngulemi[nimbali] karadusana, semahipun[garwanipun]. Karadusana dados srengen[duka] sasampunipun angsal[keparing] laporan menawi semahipun[garwanipun] diperkosa dening laksmana. Langsung mawon karadusana nyerang laksmana. Laksmana enggal nginggahaken dedamel jemparing surawijaya. Jemparing surawijaya tumuju sasaran, lan matilah karadusana. Sepeninggal karadusana, sarpakenaka kesah[tindak] manggihi kakangipun[rakanipun], prabu dasamuka, raja alengka. Prabu dasamuka mboten tertarik kalih[kaliyan] criyos sarpakenaka, malah tertarik kalih[kaliyan] kewontenan tigang tiyang ingkang manggen wonten wana dandaka. Kangge[kagem] puniku prabu dasamuka ngejak setunggaling tiyang kepercayaanipun ingkang naminipun[asmanipun] kala marica. Setunggaling tiyang rasaksa , senajan tingkatanipun setunggaling tiyang prajurit nanging sakti, tansah dados andelan prabu dasamuka. Pungkasanipun prabu dasamuka sumerep kaping tiga tiyang puniku dalah rama, laksmana lan dewi sinta. Istimewanipun malih, setunggaling tiyang estri[putri] elok puniku kasunyatanipun titisan widawati. Prabu dasamuka bersenang sanget manah[penggalih]. Pungkasanipun prabu dasamuka ngengken[ndhawuhaken] kala marica ebah dados seekor kijang berbulu jene. Saleresipun prabu dasamuka saweg ngrencanakaken sesuatu ing dewi sinta. Prabu dasamuka sareng lare[putra] buahipun, kala marica wiwit kala-wau mengamati kawontenan dewi sinta. Kijang berbulu jene penjelmaan kala marica , gadhah[kagungan] tugas nebihaken rama saking dewi sinta. Nanging rama lan sinta mboten sadar ajeng[badhe] wontenipun bahaya ngancem. Prabu dasamuka ajeng[badhe] nyulik dewi sinta, amargi titisan dewi widowati. Dewi sinta nedha[nyuwun] rama menangkap kijang puniku. Rama enggal nyelaki kijang puniku, lan kijang puniku plajeng. Kados puniku berulang ulang kedados milanipun rama saya lami[dangu] saya nebihi papan dewi sinta. Sawentawis rama mboten ketingal[kepriksan] malih saking pandangan dewi sinta. Dewi sinta rumaos cemas. Sawentawis puniku rama teras{lajeng} numuti[ndereki] kijang jene ingkang ketingal[kepriksan] jinak, berkali kali ajeng[badhe] dipuncepeng kijang puniku plajeng. Rama dados kesal dipundamelipun, pungkasanipun rama nglepasaken panahipun lan ngenani kijang jene, kijang jene ebah dados rasaksa kala marica. Kala marica berteriak menirukan suwanten rama nedha[nyuwun] tolong. Dewi sinta mireng[midhanget] salah setunggaling tiyang berteriak nedha[nyuwun] tolong. Dewi sinta ngengken[ndhawuhi] laksmana menyusul kakangipun[rakanipun] ingkang saweg menangkap kijang. Laksmana mboten purun[kersa] nilaraken dewi sinta setunggaling tiyang diri, amargi sami pesen rama, laksmana mboten angsal[kepareng] nilaraken dewi sinta. Dados laksmana mboten purun[kersa] nilaraken dewi sinta. Dewi sinta srengen[duka], dewi sinta mastani laksmana ajeng[badhe] memperkosa piyambakipun[panjenenganipun]. Laksmana kaget mireng[midhanget] puniku, pungkasanipun laksmana, nedha[nyuwun] dewa kangge[kagem] mireng[midhanget] sumpahipun, menawi piyambakipun[panjenenganipun] mboten ajeng[badhe] emah-emah kangge[kagem] saumur gesangipun[sugengipun]. Pungkasanipun laksmana medalaken[miyosaken] pusakanipun lan menggaris lingkaran wonten siti saubengan dewi sinta supados wilujeng[sugeng] lan mboten ajeng[badhe] terjangkau dening sintena. Laksmana gadhah[kagungan] pesen supados dewi sinta sampun nyelaki garis lingkar napamalih menawi ngantos medal[miyos] saking lingkaran ajeng[badhe] celaka. Garis lingkaran puniku sampun dipunsukani[dipunparingi] rajah, milanipun tiyang ingkang ajeng[badhe] tumindak mboten sae mboten ajeng[badhe] saged mlebet dhateng lebet garis lingkaran. Sepeninggal rama lan laksmana dugia[rawuha] setunggaling tiyang peminta-minta ingkang sampun sepuh[yuswa] pisan, badanipun[saliranipun] sampun renta, hampir-hampir mboten saged mlampah[tindak]. Piyambakipun[panjenenganipun] nedha[nyuwun] segelas toya. Dewi sinta mendhet[mundhut] segelas toya lan nyelaki peminta-minta puniku, nanging kados puniku tangan[asta] ingkang nyepeng[ngasta] gelas medal[miyos] saking garis lingkaran, wongtua-tua puniku langsung menangkap dewi sinta lan mbekta[ngasta] mabur dhateng angkasa. Kasunyatanipun piyambakipun[panjenenganipun] inggih punika prabu dasamuka raja alengka. Ditengah perjalanan diangkasa tumuju alengka, prabu dasamuka diburu dening seekor paksi garuda. Mila terjadilah perkelahian antawis prabu dasamuka ingkang saweg memanggul dewi sinta nglawan paksi garuda, paksi garuda puniku naminipun[asmanipun] jatayu, inggih punika rencang prabu dasarata lan paksi jatayu berniat mangsulaken[ngonduraken] dewi sinta, dhateng ayodya. Jatayu berhasil ngrebat dewi sinta, lan mbektanipun[ngastanipun] mabur tumuju ayodya. Nanging paksi jatayu angsal[keparing] disusul dening prabu dasamuka. Prabu dasamuka kalih[kaliyan] pedang mantana membacok jatayu ngantos luka jahat. Jatayu lan dewi sinta dhawah kebawah. Prabu dasamuka enggal memburu dewi sinta lan menangkapipun, lajeng mbektanipun[ngastanipun] dhateng alengka diraja. Dewi sinta nggih dipunbekta[dipunasta] prabu dasamuka dhateng alengka. Dene badan[salira] jatayu teras{lajeng} ngluncur kebawah, lan dialah mangkenipun ingkang ajeng[badhe] dados saksi kangge[kagem] rama lan laksmana, ngenani kewontenan dewi sinta saniki. Rama lan laksmana malih ketempat dewi sinta saderengipun, nanging piyambakipun sedaya namung angsal[keparingan] segelas toya ingkang terguling diluar pagar lingkaran laksmana. Rama lan laksmana madosi dewi sinta wonten sekitar papan puniku. Nanging mboten dipunkepanggihaken. Rama lan laksmana pungkasanipun angsal[keparingan] seekor paksi garuda ingkang kebak kalih[kaliyan] rah. Rama curiga paksi puniku sampun nedha[dhahar] dewi sinta. Ndadak paksi garuda jatayu, wicanten[ngendika], menawi kala-wau nembe berkelahi kalih[kaliyan] rahwana. Jatayu nyriyosaken menawi piyambakipun[panjenenganipun] usaha milujengaken[nyugengaken] dewi sinta ingkang diculik dening rahwana. Sedetik lajeng jatayu pejah[seda] amargi terluka jahat. . ~SELESAI~ Terimakasih Sudah Berkunjung Ke Situs Ini. Jangan Lupa Tinggalkan Like atau Komen dibawah.
HikayatSri Rama termasuk dalam kelompok cerita saduran pewayangan Ramayana ke dalam bahasa Melayu. Hikayat ini berisi kisah Sri Rama yang berusaha merebut kembali istrinya, Dewi Sinta, yang diculik oleh Rahwana. Naskah ini tersimpan di Perpustakaan Nasional dan selesai disalin oleh Muhammad Bakir pada 17 Desember 1896.
Bcp2.
  • 37qyc5fm56.pages.dev/233
  • 37qyc5fm56.pages.dev/549
  • 37qyc5fm56.pages.dev/342
  • 37qyc5fm56.pages.dev/42
  • 37qyc5fm56.pages.dev/387
  • 37qyc5fm56.pages.dev/72
  • 37qyc5fm56.pages.dev/524
  • 37qyc5fm56.pages.dev/275
  • cerita dewi sinta dalam bahasa jawa